WAMENA - Pengadilan Agama Wamena merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan menggelar upacara sederhana namun penuh makna. Dalam acara yang berlangsung pada Selasa, 19 Agustus 2025, Ketua Pengadilan Agama Wamena, YM. Taufiqurrahman, S.H.I., M.H., menyampaikan amanat dari Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., yang menyentuh inti dari peran lembaga peradilan.
Dalam amanat Ketua Mahkamah Agung, YM. Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., yang dibacakan oleh YM. Taufiqurrahman, S.H.I., M.H., menegaskan bahwa delapan dekade bukanlah waktu yang singkat. Selama kurun waktu tersebut, MA telah menjadi penjaga hukum dan keadilan, sekaligus saksi perjalanan sejarah bangsa. Tema peringatan tahun ini bukan sekadar slogan, melainkan komitmen mendalam bahwa martabat sebuah pengadilan adalah fondasi bagi kedaulatan negara hukum.
Martabat Pengadilan, Kedaulatan Negara
Prof. Sunarto menekankan bahwa pengadilan yang bermartabat adalah pengadilan yang menjaga independensi dan integritas, serta memberikan keadilan secara adil dan setara bagi siapa pun. Ia mengutip pesan Presiden Soekarno yang menyebut MA sebagai "benteng terakhir dari keadilan."
"Ketika semua lembaga telah gagal, maka kepada Mahkamah Agung-lah rakyat berharap," ujarnya, mengingatkan kembali tanggung jawab besar yang diemban lembaga peradilan.
Ia juga menyampaikan bahwa pengadilan tidak boleh menjadi menara gading yang terisolasi dari rakyat, melainkan harus hidup dan berdenyut bersama masyarakat. Hal ini sejalan dengan ungkapan dari Lord Hewart, "Justice must not only be done, but must manifestly and undoubtedly be seen to be done," yang berarti keadilan tidak hanya harus ditegakkan, tetapi juga harus terlihat oleh masyarakat.
Tantangan dan Langkah ke Depan
Dalam pidatonya, Prof. Sunarto juga memaparkan bahwa kita telah menata ulang manajemen perkara secara digital melalui e-Court dan e- Litigation, mewujudkan kolaborasi antar-lembaga melalui sistem eBerpadu, menyederhanakan proses administrasi peradilan, mendorong percepatan penyelesaian perkara dengan tetap menjaga kualitas putusan, dan membuka akses publik terhadap putusan melalui Direktori Putusan sebagai bentuk akuntabilitas.
Meski demikian, beliau tidak menutup mata terhadap tantangan yang masih ada, seperti persepsi negatif masyarakat terhadap lembaga peradilan, keluhan tentang akses keadilan, serta godaan dan tekanan terhadap independensi hakim.
Menutup amanatnya, Prof. Sunarto mengajak seluruh jajaran peradilan untuk menjaga martabat peradilan tidak hanya melalui aturan, tetapi juga melalui sikap hidup yang menjunjung tinggi integritas, profesionalisme, dan rasa keadilan.
"Selama pengadilan berdiri tegak dengan martabatnya, maka selama itu pula negara ini akan berdiri kokoh dalam kedaulatannya," tutupnya, memberikan pesan penuh harapan untuk masa depan peradilan di Indonesia
Penulis: Fakih Zaukul Hanif